"Bang... bang...!
Bangun bang!" suara teman temanku terdengar di telingaku yang dari tadi
memanggilku.
Suara teman-temanku
terdengar jelas ditelingaku tapi mata ini sangat sulit untuk ku buka dan bagai
ini pun terasa sangat berat untuk digerakkan. Dingin... dingin ku rasa badan
dan kaki ini. Kepala dan dada ini seolah-olah penuh dan tak dapat tertahankan
lagi. Maaf... aku kalah...
Hari ini adalah awal
bulan November tahun ini. Ya... tanggal 1 November 2015 sekitar pukul 8 malam.
Ku dengar suara teman-temanku sudah memenuhi kamarku. Mereka memanggil-manggil
namaku dan mengkhawatirkan keadaanku.
"Hero... ada apa
ini sebenarnya? Kamu itu lelaki yang kuat yang mau menanggung beban orang lain
di pundakmu dan banyak orang-orang yang menyayangimu yang sedang menanti
kepulanganmu di sana." aku berkata pada diriku sendiri.
"Maaf... maaf...
tapi kali ini aku gagal." begitulah jawaban hatiku.
Perlahan teman-temanku
mengangkat tubuh lemahku kesebuah mobil dan melarikanku ke sebuah klinik yang
terletak tidak jauh dari asrama tempat aku tinggal. Mobil pun melaju cepat dan
tak lama setelah itu kami pun sampai di depan klinik tersebut.
"Bang... kita di
sini aja atau pergi kerumah sakit?" tanya salah seorang adik kelasku.
Aku berusahan membuka
mata dan berusaha untuk mengucapkan sesuatu.
Sebenarnya aku tidak
ingin pergi ke mana-mana, tapi teman-temanku sudah sangat khawatir dengan
kondisiku dan telah membawaku ke klinik tersebut.
"Di sini aja."
jawabku dengan nada yang sangat pelan.
"Maafkan aku
teman-teman... aku sudah membuat kalian semua jadi repot seperti ini."
ucapku dalam hati.
Badanku di angkat
teman-temanku yang saat itu berdamaku dan aku dibaringkan disebuah tempat tidur
yang terdapat di klinik tersebut. Tak lama setelah itu aku merasa tangan
kananku ditusuk sebuah jarum, ya... jarum infus sedang dipasang di dekat
pergelangan tangan kananku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa dan aku sudah pasrah
mau diapai, aku tidak perduli. Kemudian sebuah alat tensi darah dipasang di
tangan kananku untuk melihat tekanan darahku sekarang.
"150..."
begitulah yang ku dengar dari ucapan dokter perempuan tersebut yang biasa ku
sapa dengan sapaan bunda.
Bunda memanggil-manggil
namaku dan menyuruhku untuk membuka mataku.
Perlahan aku mencoba
untuk membuka kedua mataku, tapi tatapan mataku masihlah sayu sekali.
"Coba matanya
dibuka.... ini siapa?" bunda menanyaku dan mengarahkan tangannya ke arah
adik kelasku yang kala itu ikut mengantarku.
"Wildan..."
jawabku lirih.
Ya... adik kelasku
memang benar Wildan yang sekarang menjabat sebagai bagian kesehatan di BEM
(Badan Eksekutif Mahasiswa)
Satu persatu pertanyaan
ditanyakan oleh bunda kepadaku, akan tetapi kebanyakan hanya ku jawab dengan
anggukan atau pun gelengan kepala saja.
Tak lama setelah itu aku
dipindahkan ke ruangan yang biasa digunakan untuk rawat inap di bagian belakan
klinik. Badanku masih sangat lemas saat itu, tapi agak lebih bertenaga dari
sebelumnya mungkin karena cairan infus yang telah diinjeksikan kedalam tubuhku
ini. Ah... ada apa dengan diriku ini? Aku tidak mengerti.
Biasanya seseorang yang
memiliki tekanan darah yang normal itu berkisar 120-130 untuk orang dewasa,
akan tetapi sekarang aku jauh dari itu. Apakah aku terkena hipertensi? Atau
yang biasa disebut masyarakat dengan sakit darah tinggi. Aduh... apa yang
terjadi ini.
Stres atau beban pikiran
yang terlalu tinggi juga bisa memicu serangan darah tinggi ini, ditambah lagi
kalau gaya hidup yang tidak sehat. Ah... mungkin sekarang emang aku sedang
dilanda sebuah masalah yang sangat serius, bukan cukup serius tapi sangat
serius.
Pola hidupku emang tidak
sehat. Aku biasa menghabiskan waktu ku di depan layar laptopku dan kegiatanku
kebanyakan serkaitan dengan laptopku. Terkadang aku bisa tahan berada di depan
laptop sampai larut malam, buruknya lagi aku sangat jarang sekali olahraga
bahkan hampir tidak pernah. Aku juga sering telat makan bahkan keseringan tidak
makan, kalau sudah begitu aku hanya makan mie instan cup atau sekedar makan
biskuit saja.
Tetes demi tetas cairan
infus selalu ku perhatikan dari botol infus tersebut. Waktu terasa sangat
panjang dan kepalaku masih terasa sangat pusing memikirkan kejadian pada malam
sebelumnya yang membuat aku shok.
Aku berharap malamku
cepat berlalu di klinik ini, tapi kejadian malam sebelumnya juga masih
menghantuiku. Kenapa aku jadi paranoid seperti ini ya? Aku juga tidak paham
mengapa, mungkin aku terlalu takut untuk meninggalkan mereka dalam keadaan
seperti itu.
Mereka… siapa sebenarnya
mereka?
Apa… kejadian apa yang
telah terjadi sebelumnya?
Aku sebenarnya belum
begitu lama mengenal mereka. Tapi ketika kucoba berbicara dengan mereka di
chatting room, aku merasa permasalahan mereka itu nggak jauh berbeda dengan
masalah yang pernah ku alami dahulu. Aku jadi ikut sedih dengan keadaan mereka,
karena mereka sama sepertiku.
Aku tak bisa
meninggalkan mereka dalam dunia gelap ini.
****
Sebagai penghuni asrama,
maka aku harus mengikuti peraturan-peraturan berasrama yang telah disepakati
dahulu ketika aku ingin memantapkan langkahku di tempat ini. Peraturan yang mengikat
setiap penghuninya agar bisa hidup dengan baik di dalam asrama yang di huni 300
orang lebih mahasiswa dari tiap penjuru tempat di negeriku. Taman-temanku
dating dari berbagai tempat dan daerah dan mereka semua harus taat terhadap
peraturan asrama tersebut, kalau tidak mereka harus keluar dari tempat ini.
Peraturan adalah peraturan, yang diinginkan sebenarnya adalah kebaikan untuk
kita semua.
Waktu itu kalau tidak
salah sudah sekitar pukul 1 malam lebih kalau aku tidak salah. Rasa kantukku
pun mulai merajai diri ini, tapi aku masih menunggu sebuah jawaban dari seorang
teman yang tak ku taku rumahnya di mana, tak ku tahu suaranya bagai mana yang
ku tahu Cuma foto profilnya saja kalau dia pasang foto aslinya di sana. Esok
hari aku harus menyetorkan hafalan al-qur’an yang dahulu pernah ku hafal,
setengah juz 30. Aku selalu mengulang-ulang mp3 dari laptopku untuk mengisi
malam ku saat itu, berharap kalau esok hari aku tidak terlalu repot untuk
mengingat-ingat kembali hafalanku itu. Disamping itu aku juga ingin melihat
tugas yang diberikan seorang dosen di kelas beberapa waktu yang lalu. Sebuah
tugas tata cara penulisan skripsi yang baik, maklum sekarang aku sudah semester
VII yang artinya tak lama lagi aku akan menyelesaikan studiku di sini
insyaallah. Inilah kegiatanku ketika malam itu.
Emang ada apa sih dengan
malam itu?
Sebuah kejadian yang tak
terduga aja yang memusingkan kepalaku. Sungguh sangat pusing aku dibuat
permasalahan yang satu ini dan permasalahan yang lebih memusingkan lagi yang
nantinya bakal ku temui.
Malam itu sudah begitu
sepi dan sunyi, lampu kamar dan lorong asrama juga sudah mati semua. Aku yang
tadinya dalam posisi duduk sekarang juga sudah berubah posisi ke posisi
tengkurap di kasurku. Aku memutuskan untuk mematikan laptopku dan pergi tidur,
karena mataku sepertinya sudah tidak bisa bertahan lagi. Tatkala aku ingin
mematikan laptopku sebuh notifikasi masuk dan ini adalah jawaban dari teman
yang tak tahu aku rumanya tadi. Dia pun membalas pesanku tadi. Sudah dari tadi
aku menanti balasan ini, dan aku pun segera membalas pesan yang telah
dikirimnya untukku.
Seorang teman baru yang
tak ku kenal itu memiliki permasalahan yang dahulu juga menjadi permasalahanku
yang sebenarnya samapi sekarang ini pun masih dipermasahkan tentang diriku. Tapi
permasalahanku akan aku bahas nanti, aku ingin membahas masalah ini terlebih
dahulu. Aku tak segan segan memberinya nasehat dan saranku tentang permasalahan
ini yang Alhamdulillah dia mau terima itu. Tapi yang tak disangka adalah…
pimpinan tertinggi kampusku dating menghampiriku. Dia berdiri tepat di samping
ranjangku dan membuat aku kaget. Tak biasanya seorang pimpinan tertinggi kampus
hadir disebelahku ditengah malam seperti ini yang biasanya juga hanya pengasuh
asrama muda yang umurnya tak begitu jauh dengan umurku. Ops… aku tak bisa
ngomong apa lagi.
Aku terus menekan
“ENTER” dan mengirim pesanku yang aku rasa itu pesan penting yang harus ku
sampaikan saat itu juga. Aku nggak perduli efek kebelakangnya apa setelah mala
mini. Aku hanya berpikir kalaulah aku bisa menyelamatkan satu orang saja dari
dunia ini, maka itu sudahlah cukup baik bagiku. Aku hanya bisa berusaha berbuat
baik dan melakukan sesuatu sebisa aku dengan kemampuanku ini dan pengalamanku
yang ku dapatkan. Setelahnya aku langsung mematikan laptopku. Jujur… aku tidak
ingin mereka mati dalam keadaan seperti ini.
Dengan berbahasa Arab
pimpinan tertinggi itu menanyakanku beberapa soal dengan nada yang dingin. Aku
pun tertunduk lesu dan seolah tak sanggup lagi berbicara apa. Kenapa mesti
pimpinan tertinggi yang sekarang malah berada di sampingku. Tak lama setelah
itu pimpinan tertinggi itu pergi beserta laptopku. Aku masih merasakan kalau
ini seperti mimpi saja yang tak pernah terbayangkan olehku sebelumnya. Kalau
ditinjau dari peraturan asrama emang aku sudah melanggar beberapa pasal sih. Di
sini tidak boleh pake internet, tidak juga boleh memakai laptop di atas jam
tidur. Sekarang kan juga sudah jam 1 malam. Yah… apa boleh buat, ini semua
mutlak salahku. Hadeh….
Akhirnya malam itu
menjadi malam yang sangat panjang dan menjadi malam yang sangat special yang
tak bisa ku lupakan. Kalau di ingat, aduh…. Sakit kepala ini. Oh ia… tugasku
dan proposal skripsiku kan datanya di laptop semua! Wah gimana nie kalau laptop
itu di tahan. Gawat… gawat….